PERBUDAKAN, GAJI KECIL ABK DAN JAM KERJA TAK MANUSIAWI. MASIH ADAKAH MANUSIA YANG MEMANUSIAKAN MANUSIA DALAM PEKERJAAN?
ABK Indonesia di kapal ikan China
Sumber : MBC News
Pekerjaan
merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mencari dana dalam mencukupi
kebutuhan orang yang ada di rumah atau biasa disebut dengan mencari nafkah. Pada
saat ini, terdapat banyak orang yang bekerja dengan pergi ke luar negeri meninggalkan
negara asalnya untuk mendapatkan sebuah upah yang lebih besar maupun karena
mereka tidak mendapatkan lapangan pekerjaan di negara sendiri, maka Ia mau
tidak mau harus bekerja dibawah naungan negara lain (Samudra, 2020). Dapat diketahui bahwa kurang lebih 70 persen di bumi ini
telah ditutupi oleh perairan, maka perairan tersebut menjadi potensi lebih
besar yang diolah manusia untuk menjadi lapangan pekerjaan bagi orang lain.
Banyaknya anak buah kapal dari Indonesia yang bekerja di kapal asing negara
lain. Namun, mereka tidak memiliki cukup pengetahuan dan asal mengikuti
pekerjaan apapun tanpa memeriksa terlebih dahulu. Terdapat anak buah kapal asing
yang tidak memiliki dokumen yang resmi dalam merekrut pekerjaan untuk orang
lain, maka ini dapat menimbulkan masalah bagi anak buah kapal dari Indonesia.
Walaupun seperti itu, negara asal seperti Indonesia memiliki kewajiban dalam
melindungi warganya yang berada dalam luar negeri. Dalam sebuah pekerjaan untuk
mencari nafkah apapun itu pastinya kita memiliki suatu kendala untuk melakukan
pekerjaan dengan benar. Bagaimana jika kita bekerja, namun pada kenyataannya
pekerjaan tersebut dikerjakan malah merampas hak asasi manusia yang dimiliki
sebagai makhluk hidup di bumi ini. Tentunya kita akan melawan dan merasa bahwa
perilaku tersebut tidak adil.
Dilansir
oleh Kompas.com bahwa pada 2020 silam tepatnya hari Kamis (7/5/2020),
Media Korea Selatan yaitu MBC News yang mana melaporkan bahwa terdapat
praktik eksploitasi ABK (Anak Buah Kapal) berasal dari negara Indonesia yang
bekerja di kapal nelayan ikan Negara China. Media MBC News tersebut menyebut
kondisi lingkungan kerja para Warga Negara Indonesia tersebut diperbudak oleh Warga
Negara China selama diatas kapal tersebut. Terdapat berita eksklusif mengenai
kerja 1 hari 18 jam serta jika meninggal oleh suatu penyakit, dimana langsung
dibuang dipantai maupun ke laut. Selain itu, terdapat berita mengenai keadaan
para ABK yang telah bekerja diatas kapal yang dimiliki oleh perusahaan China,
dimulai dari suatu pelanggaran HAM sampai dengan eksploitasi ketenagakerjaan. Ini
dibuktikan sendiri oleh teman kerja korban diatas kapal bahwa sejumlah Anak
Buah Kapal ini dengan wajah serta suara yang disamarkan itu mengaku bahwa harus
bekerja sampai dengan 30 jam berdiri maupun selama seharian lebih untuk
menangkap ikan-ikan di lautan. Istirahat yang diberikan kepada Anak Buah Kapal
yang terbilang cukup minim, waktu istirahat tersebut diberikan hanya sekitar 6
jam sekali saja tepatnya pada saat jam istirahat makan (Idris, 2020). Ini merupakan sebuah eksploitasi yang cukup menyeramkan,
dimana terdapat hak-hak sebagai pekerja yang tidak disamaratakan antara anak
buah kapal negara China dan negara Indonesia. Ini menyebabkan kejanggalan,
dimana tidak adanya sebuah rasa kemanusiaan yang ada dalam dirinya melakukan
pekerjaan dengan sistem perbudakan yang dilakukan oleh kapal asing China di
Korea Selatan.
Pekerja memiliki
persamaan kedudukan dalam hukum, hal untuk mendapatkan pekerjaan serta
penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam satu organisasi,
serta dapat mendirikan serta menjadi anggota berserikat pekerja. Jaminan tersebut
terdapat dalam Pasal 27 dan Pasal 28 UUD 1945 yang diperkuat dengan lampiran
TAP MPR No.II/1998 mengenai sebuah hak asasi manusia dalam pasal 19 yang mana
ia mana menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Namun realita dalam pekerjaan di luar
ngeri mengungkapkan bahwa terdapat para ABK yang menerima gaji sebesar 120
dollar AS perbulannya yakin sebesar Rp1.800.000 juta (kurs Rp15.000). Dapat
menjadi poin penting disini, ternyata gaji yang diterima Anak Buah Kapal
Indonesia ini berbeda dengan kontrak yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak. Ini memerlukan sebuah penyelidikan lebih mendalam yang akan berakibat
pada ABK lainnya diluar sana yang tidak memiliki pengetahuan mengenai
pekerjaan. Dalam pengakuan salah satu Warga Negara Indonesia dalam kapal China
tersebut sebenarnya kapal tersebut merupakan sebuah penangkap ikan tuna. Namun
ternyata sangat disayangkan, bahwa diatas laut lepas mereka juga menangkap ikan
hiu untuk dapat diambil siripnya. Lantaran hal itu ternyata aktivitas ilegal
penangkapan hiu tersebut, membuat kapal ini seringkali harus berada di laut
berbulan-bulan untuk menghindari pemeriksaan karena jika berlabuh ke pelabuhan,
kapal nantinya bisa terkena sanksi oleh sebuah otoritas setempat jika kedapatan
membawa sirip ikan tersebut. Seseorang bekerja seharusnya untuk mendapatkan
upah yang adil sebanding dengan tenaga yang telah disumbangkan. Dilihat bahwa,
ABK yang telah bekerja berjam-jam dan hanya diberikan istirahat tidak lama ini,
memiliki upah minim yang tidak adil.
Para anak
buah kapal asing tersebut mengaku menerima diskriminasi selama bekerja di
kapal. Mereka para ABK ternyata tidak disediakan minuman dari daratan, sehingga
mereka minum air laut hasil penyulingan yang kerapkali membuat mereka terjatuh
sakit. Disampaikan bahwa air tersebut tidak layak untuk diminum, bisa merasakan
pusing, dan terdapat dahak ketika meminum air hasil dari penyulingan air laut
tersebut. Sementara disini dibedakan dengan para ABK yang berasal dari China
dimana mereka meminum air mineral dari botol kemasan yang telah dibawa dari
daratan. Perlakuan buruk lainnya dialami anak buah kapal asing tersebut jika
terdapat seseorang diantara mereka yang meninggal, maka jenazahnya akan
dilarung ke laut. Padahal dalam perjanjian kontrak kerja tersebut agen mereka
di Indonesia yang seharusnya ABK yang meninggal tersebut harus dikremasi dan
abunya dikirimkan ke keluarga di Tanah Air Indonesia. Perbudakan dengan diskriminasi
yang dialami oleh pihak ABK Indonesia memiliki sebuah permasalahan dalam
hubungan kerja mendapatkan ketidakadilan. Ini memiliki kaitannya dengan
hubungan antara pekerja dimana dengan pemberi kerja secara yuridis pekerja adalah
bebas, dikarenakan di negara Indonesia tidak seorangpun boleh diperbudak. Perjanjian
kontrak yang berbeda dengan realita menyebabkan permasalahan ini harus
diselesaikan dengan hukum. Namun, negara lain melakukan apa yang tidak boleh
dilakukan di Indonesia dengan memperbudak Anak Buah Kapal yang berasal dari
Indonesia.
MBC News mendapatkan cuplikan sebuah video dari Anak Buah Kapal yang
berasal dari Indonesia ketika kapalnya berlabuh di Pelabuhan Busan, Korea
Selatan. Para ABK Indonesia tersebut meminta bantuan dengan media setempat
serta otoritas Korea Selatan atas kondisi pekerjaan yang jauh dari kata layak
tersebut. Namun, kapal asing telah kembali melaut ketika ingin dilakukan sebuah
penyelidikan lebih lanjut. Mendapatkan laporan tersebut, Duta Besar RI untuk
Korea Selatan ini Umar Hadi akan berusaha untuk membantu penanganan masalah ABK
sehingga mereka dapat dipulangkan ke Indonesia. Pihak KBRO di Kota Seoul dan Kota Beijing pada
saat itu tengah berkoordinasi untuk berkomunikasi menangani masalah tersebut.
Mereka tetap didampingi, terdapat 15 Warga Negara Indonesia yang turun di Busan
serta meminta bantuan lembaga penegak hukum setempat di Korea Selatan. Telah
terdata, perusahannya, pemiliknya sampai dengan agen mana yang telah merekrut
mereka dari Indonesia, semua telah didesak untuk dapat bertanggung jawab. Dapat
disimpulkan terdapat pekerjaan yang melanggar hak asasi manusia, membuang jasad
yang sebenarnya harus dikremasi, melakukan penangkapan ikan hiu dan diambil siripnya,
membuat sistem perbudakan dalam pekerjaan, adanya diskriminasi dan jam kerja tak
manusiawi, gaji ABK yang tidak sebanding dengan pekerjaan berdiri berjam-jam. Lalu
berkaca dalam kasus tersebut, masih adakah manusia yang dapat memanusiakan
manusia dalam suatu pekerjaan?
Kasus yang
terjadi tersebut mendapatkan sebuah perhatian dan memiliki keterkaitan dengan
pembahasan Hubungan Kerja dan Industrial bagaimana terdapat jaminan pemerintah
Negara Republik Indonesia terhadap penyelenggaraan serikat pekerja sebagai hak
asasi manusia. Kebebasan dalam berserikat ini sebagai hak dasar yang tak bisa
dilepaskan dari pendekatan sebuah realitas kehidupan sosial serta politik
dengan berbagai aspek seperti ekonomi, pendidikan, agama serta sebagainya.
Alasannya karena aspek tersebut telah melekat berperan sangat penting untuk
membuat manusia kehilangan banyak kesempatan memperoleh kebebasan dirinya, maka
diperlukannya suatu kepastian jaminan dari sebuah pemerintah sebagai suatu
penyelenggara negara dalam melindungi pekerja/buruh dalam berorganisasi untuk
dapat berjuang mendapatkan kelayakan hidup seperti yang telah dijanjikan oleh
pemerintah (Handayani, 2016).
Bekerja
dengan mendapatkan penghidupan yang layak adalah sebuah hak asasi manusia.
Namun, terdapat realita yang menyakitkan bahwa bekerja malah menjadi mala
petaka bagi kehidupannya. Dimana terdapat diskriminasi yang mana menjadi sebuah
penanda bahwa masih banyak yang tidak mengerti bahwa hak asasi manusia itu sangat
penting. Dalam hal ini Indonesia berusaha untuk melakukan perlindungan seperti
dalam pasal 28 D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
memiliki bunyi seperti “Bahwa setiap warga negara memiliki sebuah hak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan serta kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum”. Selain Negara Indonesia yang melakukan
sebuah perlindungan, maka kita sebagai masyarakat harus lebih teliti jika ingin
bekerja di tempat asing dan pastikan mereka tidak melakukan pekerjaan dengan
ilegal. Dengan adanya pengetahuan lebih mendalam tentang pekerjaan yang kita
inginkan, maka dapat bermanfaat bagi keselamatan pekerja.
Daftar Pustaka :
Handayani, S. W. (2016). Jaminan Pemerintah Negara Republik
Indonesia Terhadap Penyelenggaraan Serikat Pekerja Sebagai Hak Azasi Manusia. Jurnal
Kosmik Hukum, 53(9), 1689–1699.
Idris, M. (2020). Laporan Media Korsel: Gaji Kecil ABK
Indonesia di Kapal China dan Jam Kerja Tak Manusiawi. Kompas.Com.
https://money.kompas.com/read/2020/05/07/061632926/laporan-media-korsel-gaji-kecil-abk-indonesia-di-kapal-china-dan-jam-kerja-tak?page=all
Samudra, R. G. (2020). ABK ( Nelayan ) Didalam Kapal Cina. Al
Qisthas: Jurnal Hukum Dan Politik Ketatanegaraan, 2(3).
Komentar
Posting Komentar